News Update :

[Inspirasi Luar Biasa] Semangat Mbah Karmo “Bakso” Tetap Menyala

Jumat, 22 Februari 2013



Namanya cukup satu kata: Karmo. Kami memanggilnya “Mbah Karmo Bakso”, sesuai dengan mata pencahariannya sebagai penjual bakso. Tiap sore Mbah Karmo berkeliling di sekitar tempat tinggal saya, tak jauh dari pusat Kota Solo, menjajakan bakso dengan gerobaknya.

Di pagi hingga siang hari, Mbah Karmo dibantu istrinya menyiapkan barang dagangan. Membuat bakso sendiri, menyiapkan bihun dan kuahnya, serta menggoreng bawang merah dan mengiris seledri sebagai pelengkap. Beliau mulai berdagang jam 16.00 WIB sore hari. Mbah Karmo yang tinggal di perkampungan padat penduduk sebentar-sebentar harus menghentikan laju gerobaknya, karena banyak tetangga yang sudah menunggu untuk membeli dan menikmati baksonya.

Lalu dia keluar kampung, berjalan di sepanjang jalan besar dekat rumahnya. Lagi-lagi sebentar-sebentar dia harus berhenti lagi, dipanggil pelanggan-pelanggan setianya. Banyak betul yang hobi membeli bakso Mbah Karmo ini. Maklum, dia sudah berjualan bakso 20 tahun lebih. Sebelum berjualan bakso, dia adalah pekerja kasar serabutan.

Sejujurnya menurut lidah saya yang cukup peka dan mempunyai selera tinggi terhadap berbagai jenis kuliner, bakso Mbah Karmo ini sama sekali tidak istimewa. Terlalu banyak campuran tepung terigu dan tepung kanji pada daging gilingnya. Kalau kami sering menantikan kemunculannya, lalu membeli dagangannya, selain karena memang ingin makan bakso, lebih karena ingin memastikan Mbah Karmo baik-baik saja, sehat-sehat saja, dan karena menghargai semangatnya.

Anak-anak saya sih suka bakso Mbah Karmo ini. Kalo beli tanpa micin. Apalagi Mbah Karmo suka kebanyakan ngasih micinnya. Heheeee. Kalau saya sendiri sih lebih suka beli bakso nggak pakai kuah. Dimakannya sama saus yang ada di rumah. Heheeeee

Mbah Karmo ini aneh. Ketika harga bahan sembako murah, baksonya dijual Rp 3.000/mangkuk. Ketika harga sembako baik, harga baksonya masih Rp 3.000/mangkuk dan ketika harga sembako naik lagi, harga baksonya juga tetap Rp 3.000. Dengan porsi yang sama lagi, tidak berkurang. Ck ck ck….

Mbah Karmo sebenarnya punya empat anak. Dan rasanya sudah waktunya dia istirahat. Tapi dia enggan melakukannya.”Anak-anak saya juga punya urusan dan kebutuhan sendiri. Saya tidak mau mengganggu.”

Duhhh…. lalu sampai kapan Mbah Karmo akan berjualan bakso???? “Saya sekarang masih kuat jualan. Akan terus berjualan hingga benar-benar tidak kuat. Doakan saja supaya saya sehat,” ujar dia.

Duh… jadi malu deh sama Mbah Karmo. Walau jalan sudah nggak tegap lagi, walau gerakan sudah tak secekatan saat muda, semangatnya tetap menyala.Karena tuntutan hidup memang seperti itu. Tak ada jaminan sosial yang menjamin orangtua-orangtua seperti Mbah Karmo bisa hidup layak.

Pasal dalam Undang-undang yang berbunyi “fakir miskin dan anak telantar dipelihara negara”, pun hanya untuk dihapal anak sekolah, bukan menjadi hal yang harus dilaksanakan penguasa. Wong cilik seperti Mbah Karmo tetap harus berjuang demi hidup walau usia sudah renta.

Ya Mbah, saya doakan semoga dikau sehat-sehat selalu…. :)

****


Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright Situs Motivasi dan Inspirasi 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.