News Update :

[Inspirasi Luar Biasa] Wahono: Penjual Tanaman Hias Kreatif, Omzet Rp 400.000/hari

Selasa, 26 Februari 2013


Say it with flower. - Katakanlah dengan bunga.

Karena bunga mungkin dapat mewakili sejuta makna yang tak tersentuh kata.

Pemahaman tentang daya gugah romantis dalam bunga inilah bisa jadi telah membuka mata Wahono, pemuda kreatif yang jeli melihat peluang pasar.


13618095101802410326

Senin sore (25 / 02) perantau yang berasal dari daerah Tawangmangu, Solo itu tampak telaten menata berbagai jenis tanaman hias dagangannya. Sebentar kemudian ia duduk lagi di batu pembatas jalan dimana di seberangnya ada bekas kantor Bank BTN Kota Jambi. Di belakangnya menjajar pagar besi yang tak terlalu tinggi, dan jika kita melongok ke bawah melaluinya maka akan tampak suasana manis pasar tradisional terbesar di Jambi, Angso Duo. Lalu lintas seperti biasa. Tidak ada kemacetan, hanya sesekali asap hitam nan eksentrik mengandung karbonmonoksida iseng melenggang di ruang udara. Seperti kentut raksasa yang habis melahap arang kayu, sembarangan dalam pola semburannya, semena-mena keluar dari knalpot mobil berbahan bakar solar.

Seorang pembeli datang menghampirinya. Lelaki berhidung mancung dengan wajah tirus tapi manis kepalanya ditutupi topi hitam polos. Calon pembeli yang agaknya tertarik dengan barang dagangan Wahono.

Ia pun lantas berdiri dan ramah melayani.

“Mas, ini jambu biji daun merah, ya?” tanya si pembeli penasaran.

“Iya, Mas..” katanya sembari tersenyum layaknya sikap ramah-tamah pedagang, “Yang ini jambu biji lengkeng.” Si calon pembeli tampak berkerut dahinya. Mungkin ia baru mendengar nama tanaman buah ‘jambu biji lengkeng’ itu.

“Jambu biji lengkeng? Maksudnya, Mas?”

“Jambu biji yang buahnya sebesar lengkeng, Mas..” terangnya dengan sabar. Bahkan ibu jari dan telunjuknya ikut menjelaskan dengan membentuk lingkaran sebesar lengkeng pingpong. Wajahnya tetap enak dilihat karena selalu dihias senyum bersahabat. Efeknya bagai burung pelatuk, si calon pembeli mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali.

“Saya sedang cari jambu biji daun merah, Mas. Seperti inilah,” tunjuk si calon pembeli mengungkapkan minatnya dengan baik dan benar tanpa malu-malu.

“Ya, kalau begitu ambil saja yang ini.”

“Berapa?”

“Murah, kok, Mas, tiga puluh lima ribu.” Si calon pembeli dahinya mengernyit.

“Sepuluh ribu aja gimana, Mas?” si calon pembeli menawar lebih dari separuh harga jual.

“Wah, hehehe..” seloroh Wahono spontan, “Belum dapatlah, Mas. Dua puluh ribu bisalah.” Dalam hatinya ia mungkin berkata mimpi apa aku semalam ketemu pembeli lihai seperti ini.

“Lima belas ribu, boleh ya, Mas? Saya ambil yang satu ini.”

“Ambilnya dua, sih, Mas. Sama jambu lengkeng itu. Jadinya tiga puluh ribu, ya?” Tak mau kalah dengan siasat pembeli lihainya, Wahono masih dengan senyum ramahnya merayu.

Akhirnya, terjadi kesepakatan jual-beli sore itu. Pedagang tanaman hias itu terlihat menerima pembayaran.
Begitulah percakapan saya dengan seorang perantau mandiri dari Pulau Jawa, yang mampu melihat peluang emas dari perdagangan tanaman hias.

Wahono, pemuda yang mengadu nasib di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah sedang berupaya menerapkan apa yang dikatakan banyak ahli sebagai ekonomi kreatif.

Dengan pekerjaannya sebagai penjual tanaman hias, ia bisa mendapatkan omset setiap harinya 400 - 500 ribu rupiah. Maka, jika dikalikan dengan 30 hari, pendapatannya bisa mencapai 12 - 15 juta rupiah. Angka yang cukup besar untuk menunjang kebutuhan hidupnya secara layak.

Tetapi, jangan berprasangka dulu Wahono akan menghambur-hamburkan penghasilannya yang lumayan itu. Ia selalu ingat keluarganya di Tawangmangu sana. Maka, bersama keempat sejawatnya tiap dua bulan sekali pulang kampung membawa uang untuk orang-orang yang dicintai menjadi rutinitas wajib.

Wahono memiliki survival mentality khas para perantau. Ia tak mau berdiam diri, tekun berusaha tanpa kenal kata menyerah, memberdayakan diri. Dan, ketika ia mampu melihat peluang emas usaha, ia tak lupa diri. Baginya keringat yang keluar dari memikul dua keranjang berisi tanaman hiasnya keliling Kota Jambi, seperti mutiara embun mengalir, membasuh kalbunya agar senantiasa bersih bercahaya. Tentunya ia layak mendapat penghargaan sebagai rakyat kecil yang berjuang dengan segala daya upayanya. Sudah pasti di malam hari tidurnya di rumah kontrakan pasti lelap tak terusik, tanpa ketakutan dikejar petugas KPK. Sebab, ia makan nasi, merokok, mengirim uang ke kampung halaman untuk sanak-keluarga tercinta yang uangnya didapat dari keringat getihnya sendiri. Bukan hasil korupsi!

Saya tercenung melihat kemandirian dan merasakan kemuliaan hati pemuda kreatif Wahono. Saya jadi teringat baris-baris pasal V dalam Gurindam 12 karya Raja Ali Haji yang berisi pemikiran agung penuh nasehat itu.
 
Jika hendak mengenal orang yang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.


Dan, sungguh pelaksanaannya tengah dilakukan seorang perantau dari daerah Tawangmangu Solo di hadapan saya sore tadi.

****************

Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright Situs Motivasi dan Inspirasi 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.